Sunan Bonang

Thursday, January 19, 2012

Tuban tidak hanya menjadi tempat penting pada masa Kerajaan Majapahit, namun Tuban juga menjadi tempat penting pada masa penyebaran Agama Islam. Hal tersebut dikarenakan Tuban berada di pesisir Utara(pantura) Jawa yang menjadi pusat Perdagangan arab yang sedang menyebarkan Agama Islam.
Raden Maulana Makdum Ibrahim, atau yang dikenal dengan nama Sunan Bonang, adalah satu dari sembilan wali (Walisongo) yang dihormati oleh masyarakat Jawa. Ayahnya adalah Sunan Ampel, sedangkan ibunya bernama Nyai Ageng Manila (puteri dari Arya Teja, salah seorang Tumenggung dari kerajaan Majapahit yang berkuasa di Tuban). Sunan Bonang hidup dalam kurun waktu 60 tahun (1465–1525 M) dan menyebarkan agama Islam di daerah Tuban dan sekitarnya. Dalam berdakwah, Sunan Bonang menempuh cara persuasif, misalnya dengan menciptakan tembang Tamba Ati (penyembuh jiwa) yang sampai kini masih populer dinyanyikan orang.

Sunan Bonang dilahirkan pada tahun 1465 ( Bonang adalah sebuah desa di kabupaten Rembang). Nama Sunan Bonang diduga adalah Bong Ang sesuai nama marga Bong seperti nama ayahnya Bong Swi Hoo alias Sunan Ampel. Sunan Bonang wafat pada tahun 1525 M, dan saat ini makam aslinya berada di Desa Bonang. Namun, yang sering diziarahi adalah makamnya di kota Tuban.

Makam Sunan Bonang terletak di Kabupaten Tuban, Jawa Timur, sekitar 200 meter dari alun-alun kota. Para pengunjung dapat berziarah ke makam ini sejak pukul 08.00 WIB hingga tengah malam. Untuk sampai di komplek pekuburan Sunan Bonang, pengunjung dapat menempuhnya melalui kota Surabaya. Jarak antara Surabaya-Tuban sekitar 91 km atau diperlukan + 2 jam perjalanan dari kota Surabaya dengan menggunakan kendaraan umum (bus) ataupun kendaraan pribadi.

Sampai di kota Tuban, untuk menuju makam, pemerintah daerah (pemda) setempat telah menyediakan lahan parkir yang cukup luas. Dengan demikian, pengunjung bisa memarkirkan kendaraannya di area parkir tersebut. Dari area parkir ini, peziarah harus menyusuri jalan kampung yang membujur ke arah barat dengan jarak sekitar 200 meter untuk menuju lokasi makam. Jika enggan berjalan kaki, pengunjung dapat menggunakan jasa angkutan becak.

Selanjutnya, pengunjung akan memasuki gapura yang di dalamnya terdapat sebuah masjid dengan halaman yang luas. Untuk sampai di komplek makam, peziarah harus memasuki gapura kedua yang berada di belakang masjid. Di kompleks pemakaman ini, yang dikitari oleh ratusan nisan para kerabat dan murid-murid Sang Sunan, peziarah harus rela mengantri di luar cungkup (bangunan beratap pelindung makam), karena cungkup seluas 400 meter persegi itu hanya mampu menampung 25 orang peziarah.

Para peziarah yag datang ke makam Sunan Bonang umumnya melakukan doa tahlil maupun membaca surat Yasin. Akan tetapi, selain untuk berdoa, mengunjungi makam ini peziarah juga dapat menyaksikan jejak penyebaran agama Islam khususnya yang dilakukan oleh Sunan Bonang. Masjid yang menyambut pengunjung ketika memasuki gapura, misalnya, merupakan masjid tua yang menjadi pusat penyebaran agama yang dilakukan oleh Sunan Bonang. Di pelataran masjid ini, terdapat salah satu peninggalan Sunan Bonang, yaitu tempat wudhu yang terbuat dari batu. Hingga kini, batu tersebut terawat dengan baik dan dipagari.

0 komentar:

 

Copyright © 2010 Picnic Together Designed by Ipietoon Blogger Template
Girl Vector Copyrighted to Dapino Colada