Terletak di Taman Bungkul jalan Progo dalam wilayah Surabaya Pusat. Ki Ageng Bungkul adalah seorang nayaka (keramat) kerajaan Majapahit, keturunan Ki Ageng dari Majapahit yang berkediaman di Bungkul Surabaya. Sunan Bungkul dikenal sebagai tokoh masyarakat dan penyebar agama Islam pada masa akhir kejayaan Kerajaan Majapahit di abad XV di tanah Jawa. Sumbangsih Sunan Bungkul dalam penyebaran Islam di tanah Jawa tak bisa diabaikan begitu saja. Beliau sering berkonsultasi dengan Sunan Ampel mengenai masalah agama Islam sehingga kemudian masuk Agama Islam. Ki Ageng Bungkul aslinya bernama Ki Supo, seorang ahli pembuat keris dari Tuban. Beliau menetap di Bungkul sampai wafatnya. Sunan Bungkul adalah mertua dari Raden Paku atau yang lebih dikenal dengan nama Sunan Giri.
Kompleks makam ini eksotis. Di dalamnya masih tersisa suasana Kampung Bungkul di tengah kota yang sibuk. Ada gapura ala Majapahit, terdapat mushala lama, gazebo bersosoran rendah. Belasan makam lain berada di bawah rerimbunan pohon-pohon tua. Tidak ditemukan kisah yang sahih. Yang bisa di lakukan hanyalah mengumpulkan kepingan-kepingan kisah tentang sosok ini dari beberapa catatan lama itu sekalipun itu juga masih bisa diperdebatkan.
Selain di Taman Bungkul, sejumlah makam pengikut Bungkul banyak tersebar di kawasan Darmo. Sebagian sudah tergusur, beberapa masih bertahan. Salah satunya di temukan 'tercecer' di depan Kantor Kecamatan Tegalsari Jl. Tanggulangan, sekitar 100 meter dari Jl. Raya Darmo atau 300 meter sebelah utara makam Mbah Bungkul. Namanya makam Mbah Kusir, diyakini kusirnya Mbah Bungkul.
Selain di Taman Bungkul, sejumlah makam pengikut Bungkul banyak tersebar di kawasan Darmo. Sebagian sudah tergusur, beberapa masih bertahan. Salah satunya di temukan 'tercecer' di depan Kantor Kecamatan Tegalsari Jl. Tanggulangan, sekitar 100 meter dari Jl. Raya Darmo atau 300 meter sebelah utara makam Mbah Bungkul. Namanya makam Mbah Kusir, diyakini kusirnya Mbah Bungkul.
Ada 2 versi cerita tentang Ki Supo:
1. Ki Supo ingin menikahkan puterinya (Dewi Wardah). Namun ia belum mendapatkan sosok lelaki yang sesuai. Lalu Supo membuat sayembara, siapapun laki-laki yang dapat memetik delima yang tumbuh di kebunnya akan saya jodohkan dengan putriku Dewi Wardah. Sudah banyak orang yang mencoba mengikuti sayembara itu, namun belum ada yang berhasil memetik buah delima yang dimaksud. Bahkan sebagian dari mereka ketika memanjat berusaha untuk mengambil buah delima mereka jatuh dan berakhir dengan kematian. Pada suatu hari Raden Paku berjalan melewati pekarangan Ki Ageng Supo dimana terdapat pohon delima itu, sesampai di bawah pohon delima tiba-tiba pohon delima itu jatuh. Kemudian Raden Paku menyerahkan buah Delima tersebut kepada Sunan Ampel. Sunan Ampel berkata kepad Raden Paku “Berbahagialah engkau, karena sebentar lagi engkau akan diambil menantu oleh Ki Ageng Supo. Engkau akan dijodohkan dengan putri beliau yang bernama Dewi Wardah”.
“Kajeng Sunan, saya tidak mengerti apa maksud Kanjeng Sunan, bukankah sebentar lagi saya akan menikah dengan putrid kanjeng Sunan”
“Agaknya ini sudah menjadi suratan takdir bahwa engkau akan mempunyai dua orang istri, putriku Dewi Murtosiah dan putri Ki Ageng Supo, Dewi Wardah”
Kemudian Sunan Ampel menceritakan perihal sayembara yang telah dibuat Ki Ageng Supo. Raden Paku mengangguk-angguk mendengar cerita Sunan Ampel.
2. Ada cerita versi lain. Bahwa Ki Ageng Supo sengaja memetik buah Delima dan menghanyutkan ke sungai. Delima itu dihanyutkan ke Sungai Kalimas yang mengalir ke utara. Alur air sungai ini bercabang di Ngemplak menjadi dua. Percabangan sebelah kiri menuju Ujung dan sebelah kanan menuju kali Pegirikan. Buah delima itu terapung dan hanyut ke kanan. Suatu pagi seorang santri Sunan Ampel yang mandi di Pegirikan Desa Ngampeldenta, menemukan delima itu. Sang santri (Raden Paku) pun menyerahkannya ke Sunan Ampel. Oleh Sunan Ampel delima itu disimpan. Besoknya, Supa menelusuri bantaran Kalimas. Sesampainya di pinggiran, ia melihat banyak santri mandi di sungai. Ki Supo, yakin disinilah delima itu ditemukan oleh salah satu diantara pasa santri tersebut. Apakah ada yang menemukan delima, tanya Supo setelah bertemu Sunan Ampel. Raden Paku, murid Sunan Ampel dipanggil dan mengaku. Singkat cerita Raden Paku dinikahkan dengan anak Ki Ageng Supo, Dewi Wardah.
Ki Ageng Supo akhirnya memperoleh mantu seorang santri dari Ampeldenta yakni Raden Paku. Sedangkan Raden Paku pada akhirnya menikahi dua orang putri Dewi Murtosiah, putri Sunan Ampel dan Dewi Wardah putri Ki Ageng Supo. Mereka hidup berbahagia selamanya.
“Kajeng Sunan, saya tidak mengerti apa maksud Kanjeng Sunan, bukankah sebentar lagi saya akan menikah dengan putrid kanjeng Sunan”
“Agaknya ini sudah menjadi suratan takdir bahwa engkau akan mempunyai dua orang istri, putriku Dewi Murtosiah dan putri Ki Ageng Supo, Dewi Wardah”
Kemudian Sunan Ampel menceritakan perihal sayembara yang telah dibuat Ki Ageng Supo. Raden Paku mengangguk-angguk mendengar cerita Sunan Ampel.
2. Ada cerita versi lain. Bahwa Ki Ageng Supo sengaja memetik buah Delima dan menghanyutkan ke sungai. Delima itu dihanyutkan ke Sungai Kalimas yang mengalir ke utara. Alur air sungai ini bercabang di Ngemplak menjadi dua. Percabangan sebelah kiri menuju Ujung dan sebelah kanan menuju kali Pegirikan. Buah delima itu terapung dan hanyut ke kanan. Suatu pagi seorang santri Sunan Ampel yang mandi di Pegirikan Desa Ngampeldenta, menemukan delima itu. Sang santri (Raden Paku) pun menyerahkannya ke Sunan Ampel. Oleh Sunan Ampel delima itu disimpan. Besoknya, Supa menelusuri bantaran Kalimas. Sesampainya di pinggiran, ia melihat banyak santri mandi di sungai. Ki Supo, yakin disinilah delima itu ditemukan oleh salah satu diantara pasa santri tersebut. Apakah ada yang menemukan delima, tanya Supo setelah bertemu Sunan Ampel. Raden Paku, murid Sunan Ampel dipanggil dan mengaku. Singkat cerita Raden Paku dinikahkan dengan anak Ki Ageng Supo, Dewi Wardah.
Ki Ageng Supo akhirnya memperoleh mantu seorang santri dari Ampeldenta yakni Raden Paku. Sedangkan Raden Paku pada akhirnya menikahi dua orang putri Dewi Murtosiah, putri Sunan Ampel dan Dewi Wardah putri Ki Ageng Supo. Mereka hidup berbahagia selamanya.
0 komentar:
Post a Comment