Masjid Kubah Emas Brunei

Monday, February 8, 2010

Pulang dari menunaikan ibadah umroh di tanah suci tempo hari, pesawat Royal Brunei yang kami tumpangi dari Jeddah Arab Saudi transit di negara Brunei selama 6 jam. Setelah lapor kedatangan di bandara Brunei, travel yang membawa kami sekeluarga mengajak jalan-jalan di daerah sekitarnya.

Brunei terletak di Pulau Kalimantan (Borneo) dan memiliki wilayah yang berbatasan dengan Serawak dari sebelah Barat sampai Timur, serta berbatasan dengan Laut Cina Selatan di sebelah Utara.

Pemerintahannya bercorak monarki konstitusional dengan Sultan menjabat sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan merangkap Perdana Menteri dan Menteri Pertahanan yang dibantu oleh Dewan Penasihat Kesultanan dan beberapa Menteri. Perekonomian Brunei Darussalam yang bertumpu pada sektor minyak bumi dan gas menjadikan negara ini memiliki pendapatan nasional yang termasuk tinggi di dunia. Satuan mata uangnya adalah Brunei Dolar, yang memiliki nilai yang sama dengan Dolar Singapura. Tak heran jika Sultan Hassanal Bolkiah juga dikenal sebagai salah satu orang terkaya di dunia dengan kekayaan diperkirakan sekitar 400 trilyun rupiah.

Tempat yang kami kunjungi adalah sebuah masjid yang berkubah emas yaitu masjid Jami Asr Hassanil Bolkiah. Masjid ini dikenal juga sebagai masjid Kiarong, yang merupakan masjid terbesar di Brunei Darussalam. Raja Brunei Sultan Haji Hassanal Bolkiah Mu'izzaddin Waddaulah Ibni Al-Marhum Sultan Haji Omar 'Ali Saifuddien Sa'adul Hkairi Waddien membangun masjid ini sebagai peringatan untuk mengenang 25 tahun Sultan memerintah. Masjid yang terletak di jalan Tutong, Kg. Kiarong, Kiulap Brunai Darusalam ini merupakan bukti sejarah perkembangan Islam dari masa ke masa.

Asal usul berkembangnya Islam disini tidak terlepas dari Kerajaan Tanjungpura, Sukadana dan Sambas. Yang menonjol dari masjid megah ini adalah gaya arsitektur khas arab yang menghiasi kubah dan menara masjid, mirip dengan masjid di kota Mekah dan Madinah. Terdapat 29 kubah besar dan kecil berlapis emas . 2 kubah besar bertengger di atas atap masjid, dan 27 kubah kecil yang berdiri mengitari setiap sudut masjid. Masjid ini memiliki 4 menara yang masing-masing tingginya 189 kaki. Ada sekitar 297 anak tangga pada setiap menara tersebut. Melalui menara ini, pengunjung bisa melihat pemandangan sekitar masjid dan juga pemandangan Bandar Seri Begawan dan Kampong Ayer.

Menurut catatan sejarah berdirinya masjid ini, jumlah 29 adalah simbol dari Sultan Hassanal Bolkiah sebagai Sultan Brunei yang ke-29. Terdapat lima pintu masuk ke lokasi ini, di samping dua pintu khusus untuk keluarga kerajaan dan tamu negara.

Palembang Kota Minyak

Saturday, February 6, 2010

Saya lahir di kota Palembang (Sumatra Selatan), Indonesia. Begitu banyak kenangan masa kecil saya di kota ini. Kain songket Palembang yang berkualitas dan bermotif indah dengan benang sulam emasnya, jajanan khas Palembang, Jembatan Ampera yang membelah kota menjadi 2 bagian yaitu Palembang sebelah Hilir dan Palembang sebelah Hulu, Benteng Kuto Besak, Sungai Musi, Plaju kota minyak, Masjid Agung yang megah, tarian Gending Sriwijaya untuk menyambut tamu, dan masih banyak lagi yang lainnya.

Kalo ngomong tentang makanan palembang tidak akan ada habisnya karena banyak sekali makanan khas palembang. Contohnya pempek, kemplang, tekwan, model, lemang, celimpungan, laksan, kue maksuba, dan masih banyak lagi. Pempek mudah ditemukan di setiap sudut Kota Palembang. Ada yang menjual di restoran, ada yang di gerobak, dan juga ada yang dipikul. Bahkan kantin-kantin di sekolah pasti ada yang menjual pempek.

Di sepanjang Sungai Musi, kita dapat menemukan beberapa objek wisata yang menjadi kebanggaan masyarakat Palembang. Sungai ini menjadi andalah masyarakat Palembang dalam hal transportasi air. Dapat dilihat dari banyaknya perahu (taksi) motor yang mondar-mandir membawa penumpang yang ingin menyeberang. Jika berkeliling di sepanjang Sungai Musi, kita harus menggunakan perahu bermotor dengan menyewanya dibawah Jembatan Ampera.

Kuto Besak merupakan keraton, pusat Kesultanan Palembang Darussalam dan sebagai pusat kekuasaan tradisional. Pengertian "Kuto" berasal dari kata Sansekerta yang artinya adalah kota, puri, benteng atau kubu. Sedangkan pengertian "Besak" diartikan sebagai pagar yang tinggi yang berbentuk dinding. Kuto Besak lokasinya berdekatan dengan kantor Walikota Palembang, tepatnya di pinggiran sungai Musi. Secara historis, Benteng Kuto Besak memiliki kepentingan umum, yaitu pengatur benda cagar budaya yang dapat menunjang pembangunan nasional di bidang ilmu pengetahuan, pendidikan, pariwisata, dan lain-lain. Salah satu strategi pengembangan terbaik di kawasan kota bersejarah ini adalah dengan menjadikan kawasan tersebut sebagai pusat wisata dengan bangunan bersejarah sebagai objek wisata di kota Palembang. Pembangunan dan penataan kawasan di sekitar Plaza Benteng Kuto Besak menjadi tempat hiburan terbuka yang menjual pesona Musi dan bangunan-bangunan bersejarah.

Masjid Agung Palembang atau yang dulu dinamakan Masjid Sultan dibangun pada tahun 1738 oleh Sultan Mahmud Badaruddin I Jayo Wikramo. Diresmikan pemakaiannya pada tanggal 28 Jumadil Awal 1151 H (26 Mei 1748). Ukuran bangunan masjid waktu pertama dibangun semula seluas 1080 meter persegi dengan daya tampung 1200 jemaah. Perluasan pertama dilakukan dengan wakaf Sayid Umar bin Muhammad Assegaf Altoha dan Sayid Achmad bin Syech Sahab yang dilaksanakan pada tahun 1897 dibawah pimpinan Pangeran Natadagama Karta mangala Mustafa Ibnu Raden Kamaluddin. Pada awal pembangunannya (1738-1748), masjid ini tidak mempunyai menara. Kemudian pada masa pemerintahan Sultan Ahmad Najamudin (1758-1774) barulah dibangun menara yang letaknya agak terpisah di sebelah barat. Bentuk menaranya seperti pada menara bangunan kelenteng dengan bentuk atap yang melengkung. Pada bagian luar badan menara terdapat teras berpagar yang mengelilingi bagian badan. Bentuk masjid yang sekarang dikenal dengan nama Masjid Agung, jauh berbeda tidak seperti yang kita lihat sekarang. Bentuk yang sekarang ini telah mengalami berkali-kali perombakan dan perluasan. Pada mulanya perbaikan dilakukan oleh pemerintah Belanda setelah terjadi perang besar tahun 1819 dan 1821. Setelah dilakukan perbaikan kemudian dilakukan penambahan/perluasan pada tahun 1893, 1916, 1950-an, 1970-an, dan terakhir pada tahun 1990-an. Pada pekerjaan renovasi dan pembangunan tahun 1970-an oleh Pertamina, dilakukan juga pembangunan menara sehingga mencapai bentuknya yang sekarang. Menara asli dengan atapnya yang bergaya Cina tidak dirobohkan.

Kota Plaju adalah kota minyak yang menurut cerita nenek moyang disana adalah merupakan anak sungai yang bermuara ke Sungai Musi yang mengalir melalui daerah yang saat ini menjadi Rumah sakit dan masjid JAUHARUL IMAN (masjid kuno), dan juga merupakan nama pohon yang dahulu cukup banyak tumbuh disekitar sungai Plaju, sungai Komering dan Pulau Layang. Pohonnya sangat tinggi dan buahnya bulat (lebih besar dari buah apel) berwarna hijau sewaktu masih mentah, jika buahnya sudah matang berwarna merah menyala dan jika sudah tua kulitnya berserabut kasar, pohon ini termasuk tumbuhan rawa atau lebak dalam bahasa Palembang. Ada juga yang mengatakan Plaju berasal dari tumbuhan perdu yang banyak tumbuh didaerah ini, di Simpang Pipa hingga Pal Tigo atau di Lebak Berayun, sering dijumpai perdu kecil dengan bunga berwarna kuning yang disebut bunga Pelaju. Plaju dengan Kilang minyaknya adalah tempat untuk menyuling minyak mentah dari lapangan minyak yang ada di sekitar Palembang dan Jambi.

Gending Sriwijaya merupakan tarian masyarakat Sumatera Selatan untuk menyambut tamu istimewa yang bekunjung ke daerah ini, seperti kepala negara, kepala pemerintahan negara dan sahabat, duta besar atau yang setara itu. Tari tradisional ini berasal dari masa kerajaan Sriwijaya. Tarian ini mencerminkan sikap tuan rumah yang ramah, gembira dan bahagia, tulus dan terbuka terhadap tamu yang istimewa itu. Tarian dibawakan oleh 9 orang penari yang berbusana Adat Aesan Gede, Selendang Mantri, paksangkong, Dodot dan Tanggai. Mereka adalah penari inti yang dikawal dua penari lainnya yang membawa payung dan tombak. Sedang di bagian belakang adalah penyanyi Gending Sriwijaya. Pada saat ini peran penyanyi dan musik pengiring ini sudah digantikan dengan memakai tape recorder. Penari paling depan membawa tepak sebagai Sekapur Sirih untuk dipersembahkan kepada tamu istimewa yang datang, diiringi dua penari yang membawa pridon terbuat dari kuningan. Persembahan Sekapur Sirih ini menurut aslinya dilakukan oleh putri raja, Sultan atau bangsawan.

Melintasi Jembatan Suramadu

Friday, February 5, 2010

Jembatan Suramadu (Surabaya - Madura) telah dibuka dan diresmikan pada tanggal 10 Juni 2009 oleh Presiden RI Bapak Susilo Bambang Yudhoyono. Keluargaku mempunyai rencana untuk melintasi jembatan Suramadu sambil rekreasi ke Madura. Hari yang telah ditetapkan tiba, pagi hari kami berangkat menuju kesana. Jarak tempuh dari rumah ke jembatan ini kira-kira 35 km, atau kira-kira 1,5 jam untuk sampai di gerbang jembatan. Jembatan ini dikelolah oleh Jasa Marga. Setelah membayar tiket masuk sebesar Rp 30 ribu untuk satu mobil, kamipun melewati jembatan Suramadu ini dengan pelan-pelan sambil menikmati indahnya selat Madura dan cantiknya pembangunan jembatan Suramadu.

Jembatan Suramadu dibangun mulai tanggal 20 Agustus 2003 adalah jembatan yang menghubungkan kota Surabaya dan pulau Madura yang melintasi di selat Madura. Panjang jembatan ini adalah 5.438 m (17,841 kaki). Jembatan ini merupakan jembatan terpanjang di Indonesia, bahkan mungkin di Asia Tenggara saat ini, terdiri dari tiga bagian yaitu jalan layang (causeway), jembatan penghubung (approach bridge), dan jembatan utama (main bridge). Pembangunan jembatan ini ditujukan untuk mempercepat pembangunan di Pulau Madura khususnya di bidang infrastruktur dan ekonomi karena Pulau Madura relatif tertinggal dibandingkan kawasan lain di Jawa Timur.

Perkiraan biaya pembangunan jembatan ini adalah 4,5 triliyun Rupiah. Jalan layang atau Causeway dibangun untuk menghubungkan konstruksi jembatan dengan jalan darat melalui perairan dangkal di kedua sisi. Jalan layang ini terdiri dari 36 bentang sepanjang 1.458 meter pada sisi Surabaya dan 45 bentang sepanjang 1.818 meter pada sisi Madura.
Jembatan penghubung atau approach bridge menghubungkan jembatan utama dengan jalan layang. Jembatan penghubung ini terdiri dari dua bagian dengan panjang masing-masing 672 meter. Jembatan utama atau main bridge terdiri dari tiga bagian yaitu dua bentang samping sepanjang 192 meter dan satu bentang utama sepanjang 434 meter. Jembatan utama menggunakan konstruksi cable stayed yang ditopang oleh menara kembar setinggi 140 meter. Lantai jembatan menggunakan konstruksi komposit setebal 2,4 meter.

Setelah sekitar 15 menit kami diatas jembatan Suramadu, akhirnya kami sampai di kota Bangkalan Madura. Pada saat itu pembangunan di sekitar kota Bangkalan memang sedang dilakukan, pembangunan gedung-gedung pertokoan di dekat pintu keluar jembatan arah Bangkalan sedang dalam pengembangan.

Hampir 2 jam kami di Bangkalan, akhirnya kami pulang ke Surabaya melewati jembatan Suramadu lagi.

Air Terjun Coban Rondo

Wednesday, February 3, 2010

Pada musim liburan anak-anak kemaren, kami sekeluarga jalan-jalan ke kota Malang, Jawa Timur. Terlalu banyak arena wisata yang telah kami kunjungi seperti Wisata Sengkaling, Wisata Selecta, Alun-alun kota Malang, tapi Wisata air terjun Coban Rondo baru kali ini kami kunjungi. Ternyata tempat wisata itu tidak kalah indahnya dengan tempat wisata lainnya, bahkan di sini kami menemukan pemandangan alam yang sulit ditemukan di kota Surabaya.

Air Terjun Coban Rondo merupakan salah satu tempat wisata yang dimiliki di kabupaten Malang , Jawa Timur, Indonesia yang letaknya ±12 km dari kota Batu, tepatnya di Desa Pandansari kecamatan Pujon, dengan jarak tempuh setengah jam dari pusat kota Malang, atau lebih kurang 3 jam dari kota Surabaya. Sebelum masuk ke Kecamatan Pujon, di pertigaan jalan desa Pandansari tampak sebuah patung sapi dan patung seorang ibu memeras susu sapi. Patung itu menunjukkan bahwa Pujon merupakan sentra produksi susu sapi perah. Penduduknya rata-rata memiliki mata pencarian sebagai peternak sapi perah selain sebagai petani sayur-mayur. Dari patung sapi itu pengunjung harus menempuh perjalanan kira-kira 2km untuk sampai ke pintu masuk, di kiri dan kanan jalan banyak rumah penduduk kira-kira sepanjang 500meter dari pintu masuk menuju ketempat wisata air terjun.

Jalan masuk menuju lokasi sangat memudahkan wisatawan yang ingin mengunjungi objek wisata ini. Kita dapat melihat keindahan alam, pohon-pohon yang tinggi, tanaman kecubung, aneka satwa dan ada juga tempat penginapan Griyawana Coban Rondo. Banyak fasilitas yang tersedia di daerah air terjun Coban Rondo antara lain: Out Bound management training, bumi perkemahan di alam bebas, penginapan dengan harga yang terjangkau, lintas sepeda gunung, lintas hutan indah dan masih banyak lagi. Airnya yang jernih terjun dari ketinggian 84 meter. Wisata Coban Rondo ini berada pada ketinggian 1.135 meter di atas permukaan laut. Udara sangat dingin dengan suhu rata-rata sekitar 22 derajat Celcius dengan curah hujan kurang lebih 1.721 milimeter per tahun. Airnya berasal dari sumber air di Cemoro Dudo di lereng Gunung Kawi, dengan debit 150 liter per detik pada musim hujan (debit air sangat besar dan warna air cokelat bila hujannya lebat, dan bila debit air hujan Coban Rondo relatif konstan maka kualitas airnya baik). Pada musim kemarau debit air 90liter per detik lebih sedikit karena hutan yang gundul. Objek ini berada di kawasan yang dikuasai Perum Perhutani, sehingga pengelolaan wisata-nya ditangani pihak Perhutani.

Batu besar yang terletak di dasar Coban itu konon merupakan tempat Dewi Anjarwati duduk menantikan sang suami Raden Baron Kusuma dari Gunung Anjasmara. Penantian Sang Dewi terasa sampai kini lewat getaran kesunyian dan keheningan yang dipancarkan oleh suasana alam di sekitar air terjun tersebut. Di kanan-kiri air terjun merupakan tebing berbatuan dan sekelilingnya merupakan hutan. Disekitar air terjun terdapat sebuah palinggih yang kondisinya cukup memprihatinkan. bangunan palinggih setengah kayu setengah beton ini kelihatannya pernah roboh dan mengalami patah di tengah-tengah. Namun dipaksa diposisikan kembali dengan disangga batu kecil-kecil.

Bunaken National Marine Park

Sunday, January 25, 2009

Bunaken National Park is representative of the ecosystem of a tropical forest ecosystem of mangroves, coral reef, and land/coastal ecosystems. It is located at North Sulawesi about 15 km from Manado city with a friendly people.
The waters of Bunaken Marine are extremely deep (1566 m in Manado Bay), clear (up to 35-40 m visibility), refreshing in temperature (27-29 C) and harbor some of the highest levels of biodiversity in the world. Pick any of group of interest - corals, fish, echinoderms or sponges - and the number of families, genera or species is bound to be astonishingly high. Has recorded 13 genera of living coral and approximately 91 species of fish found in the waters of Bunaken National Park, such as fish of gusumi horse (Hippocampus kuda), white oci (Seriola rivoliana), lolosi yellow tail (Lutjanus kasmira), goropa (Ephinephelus spilotoceps and Pseudanthias hypselosoma), ila gasi (Scolopsis bilineatus) , and others. Type moluska like giant kima (Tridacna gigas), the goat (Cassis cornuta), hollow nautilus (Nautilus pompillius), and tunikates/ascidian. The park has around 70 genera of corals; compare this to a mere 10 in Hawaii. Although the exact number of fish species is unknown, it may be slightly higher than in the Philippines, where 2,500 species, or nearly 70% of all fish species known to the Indo-western Pacific, are found.

The beautiful of Bunaken marine has identified at many years ago by the divers, but the Indonesian government just announce officially in October 1991 as National Marine Parks Tourism and Conservation areas in Indonesia. In the North Bunaken National Park consists of Bunaken island, Manado Tua island, Montehage island, Siladen island, Nain island, Nain Small island, and some of Tanjung Pisok coastal areas. While in the South include some Tanjung Kelapa coastal.

The tourists can dive down to see the beautiful of Bunaken bottom sea. Dives location are limited in each of beaches, more or less any 20 point dive (Dive spot) and 12 point of them in the vicinity of Bunaken Island is often visited by divers and bottom sea beauty lovers. On the island there is underwater great walls, also called the hanging walls or walls of a giant coral with vertical standing and vaulted to the top. coral wall is also a source of food for fish in the waters around Bunaken Island.

How to reach the location:
Bunaken National Park can be achieved through from Manado port, Marina Nusantara Diving Center (NDC) in the Molas subdistrict and Marina Blue Banter. From Manado port to the Siladen island need around 20 minutes by motor boat, to Bunaken Island around 30 minutes, to Montehage island around 50 minutes and to Nain island around 60 minutes. From Marina Blue Banter to the Bunaken island tourist area will need within 10-15 minutes by yacht, meanwhile from NDC port will need around 20 minutes to the dives location in Bunaken island by speed boat.

Best season visit: May till in August each of year. Don't miss it.

Danau Toba

Saturday, January 3, 2009

Lake Toba (Indonesian: Danau Toba) is a lake and supervolcano, 100 kilometres long and 30 kilometres wide, and 505 metres (1,666 ft) at its deepest point. Located in the middle of the northern part of the Indonesian island of Sumatra with a surface elevation of about 900 m (3,000 ft), the lake stretches from [show location on an interactive map] 2°53'N 98°31'E? / ?2.88, 98.52 to [show location on an interactive map] 2°21'N 99°06'E? / ?2.35, 99.1. It is the largest volcanic lake in the world. The lake formed as a result of the eruption of Mount Toba, this is one of the largest eruption in the world of throughout history.

Lake Toba is located in North Sumatra province, Indonesia and has long time to important tourist destinations in North Sumatra beside to Bukit Lawang and Nias to attract domestic and foreign tourists. Parapat is a town at the edge of the lake, it is the entrance to Lake Toba, a distance of some 180 kilometers from Medan, and about 60 kilometers from Pematang Siantar.

In the middle of the lake, there is an vulkanik island name is Samosir Island and you can go to there by ferry-boat and you can stay in the cottage with Batak style and experience life as Batak people. Traditional houses made of wood will certainly complement the experience of your vacation. There are some good places to tour visited in this island such as the waterfall in Simanindo hill, hot water bathing at Pangururan city, Tuktuk Siadong, etc. Or around the island with rented motorcycles.

Also you can look the Lake Toba from the hill of Simanindo, with the quiet water, and there is pasture with buffalo, the rice fields and the village with traditional Batak houses.
This island is very beautiful and quiet. The atmosphere is suitable for a holiday and honeymooners.

How to getting there?
Go to Medan you can use the aircraft, many airlines that offer to the destination city of Medan. Meanwhile, from Medan to Lake Toba you can rent a car or chartered a bus or taxi.
 

Copyright © 2010 Picnic Together Designed by Ipietoon Blogger Template
Girl Vector Copyrighted to Dapino Colada